HIPERTENSI
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Sampai saat ini hipertensi
masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal diantaranya adalah meningkatnya
prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat
pengobatan maupun yang diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target,
serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas.
Prevalensi kasus hipertensi
saat ini diperkirakan mencapai 15-25% dari populasi dewasa. Angka kejadian
krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju
berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih
rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT,
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita
hipertensi.
Di negara berkembang seperti
Vietnam tahun 2004 mencapai 34,5%, Thailand (1989): 17%, Malaysia (1996) :
29,9%, Philipina (1999) : 22%, Singapura (2004) : 24,9%. Berdasarkan data SKRT
2004, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 14% dengan kisaran 13,4
sampai 14,6%. Sedangkan berdasrkan SKRT 2001 dan 2004, prevalensi hipertensi
pada usia > 65 tahun meningkat dari 26,3% menjadi 29%.
Dari populasi Hipertensi
(HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada
setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD)
diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan
medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita.
1.2 TUJUAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai sebagai tindakan preventif terhadap
angka hiprtensi, diantaranya:
- Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hipertensi, gejala hipertensi, pengobatan dan pencegahan.
- Dapat menerapkan pola hidup sehat, dan olahraga
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 DEFINISI
HIPERTENSI
Hipertensi merupakan
peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan atas
hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%).
Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma
Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta
akibat obat. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah. 1
Tabel
1. Klasifikasi
Tekanan Darah menurut JNC 71
Klasifikasi Tekanan Darah
|
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
|
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
< 120
|
< 80
|
Prahipertensi
|
120-139
|
80-89
|
Hipertensi derajat 1
|
140-159
|
90-99
|
Hipertensi derajat 2
|
> 160
|
> 100
|
Terkadang pasien yang lalai dalam pengobatan dapat
mengarah keadaan krisis hipertensi. Krisis hipertensi terbagi menjadi dua yaitu
:2
a. Hipertensi
darurat (emergensi) : tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/kerusakan
target organ yang progresif sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit sampai jam) agar dapat membatasi/mencegah kerusakan target
organ yang terjadi.
b. Hipertensi
mendesak (urgensi) : tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai
kelainan/kerusakan organ target yang progresif sehingga penurunan tekanan darah
dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)
Tabel 2.
Klasifikasi Krisis Hipertensi2
Kelompok
|
Biasa
|
Mendesak
|
Darurat
|
Tekanan darah
|
> 180/110
|
> 180/110
|
> 220/140
|
Gejala
|
Tidak ada, kadang-kadang sakit kepala dan
gelisah
|
Sakit kepala hebat, sesak napas
|
Sesak napas, nyeri dada, kacau, gangguan
kesadaran
|
Pemeriksaan fisik
|
Organ target tidak ada
|
Organ target tidak ada
|
Ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi
ginjal, iskemia jantung
|
Pengobatan
|
Awasi 1-3 jam, mulai/teruskan obat oral,
naikkan dosis
|
Awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja pendek
|
Pasang jalur intravena, periksa
laboratorium standar, terapi obat intravena
|
Rencana
|
Periksa ulang dalam 3 hari
|
Periksa ulang dalam 24 jam
|
Rawat ruangan/ICU
|
2.2 ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya
hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau
hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.1
- Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler
dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,
merokok, serta polisitemia. Hipertensi
primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun.
- Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat
sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain –
lain.
2.3 FAKTOR
RESIKO
Sampai saat ini penyebab
hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor
risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain : 1
a. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi
·
Keturunan
Dari hasil penelitian
diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya
menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk
terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak
menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit
jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah
65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.
·
Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai
pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon
sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada
laki –
laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi
akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.
·
Umur
Beberapa penelitian yang
dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin
tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah
semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi
pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada
laki –
laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi
bertambah dengan semakin bertambahnya umur.
b. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi
·
Merokok
Merokok dapat meningkatkan
beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian,
diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang
terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran
pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik,
denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2
bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh
darah perifer.
·
Obesitas
Kelebihan lemak tubuh,
khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya
peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan
risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat
badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi.
Tergantung pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di
atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan
hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
secara signifikan.
·
Stres
Hubungan antara stres dengan
hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten. Apabila stres
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.
Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan
binatang tersebut menjadi hipertensi.
·
Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah
yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif
menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan.
Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu
menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun
normotensi.
·
Asupan
·
Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama
dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg /
L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan
keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi
otot.
2.4 PATOFISIOLOGI
Hipertensi esensial adalah
penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya
kenaikan tekanan darah tersebut adalah:
1
a.
Faktor risiko seperti : diet dan asupan
garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis.
b.
Sistem saraf simpatis
-
Tonus simpatis
-
Variasi diurnal
c.
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi
dan vasokonstriksi :
Endotel
pembuluh darah berperan utama , tetapi remodelling dari endotel, otot polos dan
interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
d.
Pengaruh sistem otokrin setempat yang
berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi1
2.5 GEJALA
KLINIS
Perjalanan penyakit
hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan
gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit
sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka
biasanya bersifat non spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila
hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian
karena payah jantung, infark miokardium stroke atau gagal ginjal namun dteksi
dini dan perawatan hipertensi yang efektif dapat menurunkan jumlah morbilitas
dan mortalitas dengan demikian pemeriksaan tekakan darah secara teratur
mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi.3
2.6 TATA
LAKSANA
Tujuan
pengobatan pasien hipertensi adalah: 1,4
a. Target
tekanan darah <140 berisiko="" diabetes="" gagal="" ginjal="" individu="" mmhg="" proteinuria="" span="" style="mso-spacerun: yes;" tinggi="" untuk=""> 140>< 130/80 mmHg
b. Penurunan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
c. Menghambat
laju penyakit ginjal proteinuria
Selain
pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan
hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko serta penyakit
penyerta lainnya.
Terapi
Nonfarmakologis
Modifikasi
gaya hidup ( penurunan berat badan , mengurangi konsumsi garam dan
alkohol,
olahraga teratur ) mungkin cukup untuk hipertensi ringan.4,5
·
Menurunkan berat badan bila gemuk
·
Latihan fisik aerobik secara teratur
·
Mengurangi konsumsi garam <2 atau="" gr="" nacl="" natrium="" sehari="" span="">2>
·
Makan kalium, kalsium, magnesium yang cukup
dari diet
·
Membatasi minum alkohol (20-30 ml etanol
sehari)
·
Berhenti merokok serta kurangi makanan
berkolestrol dan lemak jenuh untuk kesehatan kardiovaskular
Terapi
farmakologis bila tekanan darah terlalu tinggi pada beberapa kali pencatatan atau
pada pemantaun tekana darah dalam 24 jam.4
Terapi Farmakologis
Apabila
perubahan gaya hidup tidak cukup memadai Untuk mendapatkan tekanan
darah yang diharapkan , maka harus dimulai terapi obat. Pada awalnya sebaiknya
diberikan satu jenis obat. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat
reseptor beta adrenergik , penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE, atau penyekat
reseptor alfa adrenergik, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien.3
Jenis obat-obatan
antihipertensi antara lain4
1. β –
blocker seperti atenolol dan metoprolol, menurunkan denyut jantung dan tekanan
darah dengan bekerja secara antagonis terhadap sinyal adrenegik. Manfaat jangka
panjang dari penggunaan tidak diragukan lagi terutama pada penyakit koroner.
Efek samping obat ini adalah letalergi, impotensi, perifer dingin, eksaserbasi
diabetes dan hiperlipidemia.
2. Diuretik
dan diuretik taizid, seperti bendrofluazid : aman dan efektif
3. Antagonis
kanal kalsium ( calsium channel) : yaitu vasodilator yang menurunkan tekanan
darah. Nipedipin (kemungkinan amlodipin) menyebabkan takikardi refleks kecuali
bila diberikan β-blocker. Diltiazem dan verapamil menyebabkan bradikardi
bermanfaat bila terdapat kontraindikasi β-blocker. Efek samping, muka merah,
edem pergelangan kaki, perburukan gagal jantung (kecuali amlodipin).
4. Inhibitior
enzim pengubah angiotensin (ACE) seperti kaptopril, enalapril, lisinopril, dan
ramipril. Memberikan efek antihipertensi dengan menghambat pembentukan
angiotensin II. Efek samping menyebabkan hipotensi berat atau gagal ginjal akut
serta batuk kering sering dijumpai dan angiodema
5. Antagonis
reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. Bekerja antagonis
terhadap aksis angiotensin II. Efeknya dalam fungsi ginjal pada hipertensi
renovaskular sama.
6. Anatgonis
α, seperti doksasozin. Vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan bekerja
antagonis dengan reseptor α-adrenergik pada pembuluh darah perifer.
7. Obat-obat
lain misal obat yang bekerja sentral, seperti metildopa, atau mioksinidin yang
lebih baru.
Jenis obat antihipertensi
untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC7 :1
a. Diuretika
terutama jenis Thiazide atau aldosteron Antagonist
b. Beta
Blocker (BB)
c. Calcium
Channel Blocker atau calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin
II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien
hipertensi terapi dimulai secara bertahap-tahap
dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja
panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberiak sekali sehari.
Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dana da tidaknya komplikasi. Jika
terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian
tekanand arah belum mencapai target maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan
dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa
dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus
diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat
ditoleransi pasien :
a. Diuretik
dan ACEI atau ARB
b. CCB
dan BB
c. CCB
dan ACEI atau ARB
d. CCB
dan diuretik
e. AB
dan BB
f. Kadang
diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
Rekomendasi JNC 86
- Pada pasien berumur 60 tahun keatas, pemberian terapi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥150 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan darah dibawah ambang tersebut.
- Pada pasien berumur kurang dari 60 tahun dan pasien berumur diatas 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, target terapi hipertensi adalah 140/90 mmHg
- Pada pasien kulit putih dengan hipertensi, mulai pengobatan dengan salah satu dari diuretik thiazid, CCB, ACE-I, atau ARB
- Pada pasien kulit hitam dengan hipertensi, maka diberikan pengobatan diuretik thiazid atau CCB
- Pada pasien dengan diabetes, pasien berumur diatas 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi inisial atau tambahan yang diberikan berasal dari golongan ACE-I atau ARB.
- Jangan menggunakan kombinasi ACE-I dengan ARB pada pasien yang sama
- Bila target tekanan darah pasien belum tercapai dalam waktu 1 bulan pengobatan, tingkatkan dosis obat inisial atau tambahkan obat dari golongan lain yang direkomendasikan; bila kombinasi 2 obat belum berhasil untuk mencapai target tekanan darah, dapat ditambah obat ketiga dari golongan yang direkomendasikan
- Pada pasien yang tidak dapat mencapai target tekanan darah dengan pengobatan 3 kombinasi obat, gunakan obat dari golongan lainnya atau rujuk ke spesialis hipertensi.
Rekomendasi AHA/ACC/CDC6
- Tekanan darah yang ditargetkan adalah ≤139/89 mmHg
- Hipertensi stage 1 (tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg) : dapat diterapi dengan perubahan gaya hidup, dan bila dibutuhkan, gunakan obat diuretik thiazid
- Hipertensi stage 2 (tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg) : dapat diterapi dengan kombinasi diuretik thiazid dan ACE-I, ARB, atau CCB
- Pasien yang gagal mencapai target tekanan darah: dosis obat dapat ditingkatkan dan/atau tambahkan obat dari golongan yang berbeda.
Rekomendasi golongan obat untuk
beberapa keadaan khusus6
- Gagal jantung: diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, antagonis aldosteron
- Postmyocardial infark: beta-bloker, ACE-I, antagonis aldosteron
- Resiko tinggi penyakit koroner: diuretik, beta-bloker, ACE-I, CCB
- Diabetes : diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, CCB
- Penyakit ginjal kronik : ACE-I, ARB
- Pencegahan rekuren stroke: diuretik, ACE-I
Gambar 2. Algoritma pengobatan hipertensi oleh JNC 87
DAFTAR PUSTAKA
1. Yugiantoro M. Hipertensi Esensial. Editor: Sudoyo AW dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
Hal 599-603
2. Roesma J. Krisis Hipertensi. Editor: Sudoyo AW dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
Hal 616
3. Price,
Sylvia A., dkk. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC : Jakarta. 2003.
4. Davey,
Patrick. At a Glance Medicine. Erlangga
: Jakarta. 2006
5. G.
Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan
Terapi. Gaya Baru : Jakarta. 1999.
6. Madhur, Meena S. dkk. Hypertension. Medscape (serial
online) (diakses pada 19 Juni 2015). Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/241381.
7. Mahvan TD, Mlodinow SG. JNC 8: What’s Covered, What’s
Not, and What Else to Consider. The Journal of Family Practice. 2014. Vol. 63,
No.10.
0 komentar:
Posting Komentar