SELAMAT DATANG DI BLOG PUSKESMAS WANASARI DINKES KAB. BEKASI

Minggu, 24 Juni 2018


HIPERTENSI

PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal diantaranya adalah meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
Prevalensi kasus hipertensi saat ini diperkirakan mencapai 15-25% dari populasi dewasa. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.
Di negara berkembang seperti Vietnam tahun 2004 mencapai 34,5%, Thailand (1989): 17%, Malaysia (1996) : 29,9%, Philipina (1999) : 22%, Singapura (2004) : 24,9%. Berdasarkan data SKRT 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 14% dengan kisaran 13,4 sampai 14,6%. Sedangkan berdasrkan SKRT 2001 dan 2004, prevalensi hipertensi pada usia > 65 tahun meningkat dari 26,3% menjadi 29%.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita.

1.2       TUJUAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai sebagai tindakan preventif terhadap angka hiprtensi, diantaranya:
  1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hipertensi, gejala hipertensi, pengobatan dan pencegahan.
  2. Dapat menerapkan pola hidup sehat, dan olahraga


TINJAUAN PUSTAKA

2.1      DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat. Menurut  The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure  (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah. 1

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 71
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal 
< 120 
< 80
Prahipertensi
120-139 
80-89
Hipertensi derajat 1 
140-159 
90-99
Hipertensi derajat 2 
> 160 
> 100

Terkadang pasien yang lalai dalam pengobatan dapat mengarah keadaan krisis hipertensi. Krisis hipertensi terbagi menjadi dua yaitu :2
a.    Hipertensi darurat (emergensi) : tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/kerusakan target organ yang progresif sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat membatasi/mencegah kerusakan target organ yang terjadi.
b.    Hipertensi mendesak (urgensi) : tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)

Tabel 2. Klasifikasi Krisis Hipertensi2
Kelompok
Biasa 
Mendesak 
Darurat
Tekanan darah
> 180/110
> 180/110
> 220/140
Gejala
Tidak ada, kadang-kadang sakit kepala dan gelisah 
Sakit kepala hebat, sesak napas
Sesak napas, nyeri dada, kacau, gangguan kesadaran
Pemeriksaan fisik 
Organ target tidak ada
Organ target tidak ada
Ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, iskemia jantung
Pengobatan  
Awasi 1-3 jam, mulai/teruskan obat oral, naikkan dosis
Awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja pendek
Pasang jalur intravena, periksa laboratorium standar, terapi obat intravena
Rencana
Periksa ulang dalam 3 hari
Periksa ulang dalam 24 jam
Rawat ruangan/ICU

2.2       ETIOLOGI 
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.1
  1. Hipertensi esensial 
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler  dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.  Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun.
  1. Hipertensi sekunder 
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5  % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.

2.3      FAKTOR RESIKO
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain : 1
a.    Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
·         Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko  terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki    laki dibawah 55 tahun.

·         Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki    laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.

·         Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki    laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur.

b.    Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
·         Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.

·         Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing    masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.



·         Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara  intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.

·         Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.

·         Asupan
·         Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.

2.4      PATOFISIOLOGI
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah: 1
a.    Faktor risiko seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis.
b.    Sistem saraf simpatis
-          Tonus simpatis
-          Variasi diurnal
c.    Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi :
Endotel pembuluh darah berperan utama , tetapi remodelling dari endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
d.    Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.

Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi1


2.5   GEJALA KLINIS
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium stroke atau gagal ginjal namun dteksi dini dan perawatan hipertensi yang efektif dapat menurunkan jumlah morbilitas dan mortalitas dengan demikian pemeriksaan tekakan darah secara teratur mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi.3

2.6    TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: 1,4
a.  Target tekanan darah <140 berisiko="" diabetes="" gagal="" ginjal="" individu="" mmhg="" proteinuria="" span="" style="mso-spacerun: yes;" tinggi="" untuk="">  < 130/80 mmHg
b.  Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
c.   Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.

        Terapi Nonfarmakologis
                  Modifikasi gaya hidup ( penurunan berat badan , mengurangi konsumsi garam dan  
        alkohol, olahraga teratur ) mungkin cukup untuk hipertensi ringan.4,5
·         Menurunkan berat badan bila gemuk
·         Latihan fisik aerobik secara teratur
·         Mengurangi konsumsi garam <2 atau="" gr="" nacl="" natrium="" sehari="" span="">
·         Makan kalium, kalsium, magnesium yang cukup dari diet
·         Membatasi minum alkohol (20-30 ml etanol sehari)
·         Berhenti merokok serta kurangi makanan berkolestrol dan lemak jenuh untuk kesehatan kardiovaskular



          Terapi farmakologis bila tekanan darah terlalu tinggi pada beberapa kali pencatatan  atau pada pemantaun tekana darah dalam 24 jam.4

          Terapi Farmakologis
                     Apabila perubahan gaya hidup tidak cukup memadai Untuk mendapatkan  tekanan darah yang diharapkan , maka harus dimulai terapi obat. Pada awalnya sebaiknya diberikan satu jenis obat. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika,   penyekat reseptor beta adrenergik , penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE, atau  penyekat reseptor alfa adrenergik, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien.3
 Jenis obat-obatan antihipertensi antara lain4
1.  β – blocker seperti atenolol dan metoprolol, menurunkan denyut jantung dan tekanan darah dengan bekerja secara antagonis terhadap sinyal adrenegik. Manfaat jangka panjang dari penggunaan tidak diragukan lagi terutama pada penyakit koroner. Efek samping obat ini adalah letalergi, impotensi, perifer dingin, eksaserbasi diabetes dan hiperlipidemia.
2.  Diuretik dan diuretik taizid, seperti bendrofluazid : aman dan efektif
3.  Antagonis kanal kalsium ( calsium channel) : yaitu vasodilator yang menurunkan tekanan darah. Nipedipin (kemungkinan amlodipin) menyebabkan takikardi refleks kecuali bila diberikan β-blocker. Diltiazem dan verapamil menyebabkan bradikardi bermanfaat bila terdapat kontraindikasi β-blocker. Efek samping, muka merah, edem pergelangan kaki, perburukan gagal jantung (kecuali amlodipin).
4.  Inhibitior enzim pengubah angiotensin (ACE) seperti kaptopril, enalapril, lisinopril, dan ramipril. Memberikan efek antihipertensi dengan menghambat pembentukan angiotensin II. Efek samping menyebabkan hipotensi berat atau gagal ginjal akut serta batuk kering sering dijumpai dan angiodema
5.  Antagonis reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. Bekerja antagonis terhadap aksis angiotensin II. Efeknya dalam fungsi ginjal pada hipertensi renovaskular sama.
6.  Anatgonis α, seperti doksasozin. Vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan bekerja antagonis dengan reseptor α-adrenergik pada pembuluh darah perifer.
7.  Obat-obat lain misal obat yang bekerja sentral, seperti metildopa, atau mioksinidin yang lebih baru.
Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC7 :1
a.    Diuretika terutama jenis Thiazide atau aldosteron Antagonist
b.    Beta Blocker (BB)
c.    Calcium Channel Blocker atau calcium antagonist (CCB)
d.    Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e.    Angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi terapi dimulai secara bertahap-tahap
dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberiak sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dana da tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanand arah belum mencapai target maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien :
a.    Diuretik dan ACEI atau ARB
b.    CCB dan BB
c.    CCB dan ACEI atau ARB
d.    CCB dan diuretik
e.    AB dan BB
f.     Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
Rekomendasi JNC 86
  • Pada pasien berumur 60 tahun keatas, pemberian terapi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥150 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan darah dibawah ambang tersebut.
  • Pada pasien berumur kurang dari 60 tahun dan pasien berumur diatas 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, target terapi hipertensi adalah 140/90 mmHg
  • Pada pasien kulit putih dengan hipertensi, mulai pengobatan dengan salah satu dari diuretik thiazid, CCB, ACE-I, atau ARB
  • Pada pasien kulit hitam dengan hipertensi, maka diberikan pengobatan diuretik thiazid atau CCB
  • Pada pasien dengan diabetes, pasien berumur diatas 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi inisial atau tambahan yang diberikan berasal dari golongan ACE-I atau ARB.
  • Jangan menggunakan kombinasi ACE-I dengan ARB pada pasien yang sama
  • Bila target tekanan darah pasien belum tercapai dalam waktu 1 bulan pengobatan, tingkatkan dosis obat inisial atau tambahkan obat dari golongan lain yang direkomendasikan; bila kombinasi 2 obat belum berhasil untuk mencapai target tekanan darah, dapat ditambah obat ketiga dari golongan yang direkomendasikan
  • Pada pasien yang tidak dapat mencapai target tekanan darah dengan pengobatan 3 kombinasi obat, gunakan obat dari golongan lainnya atau rujuk ke spesialis hipertensi.

Rekomendasi AHA/ACC/CDC6
  • Tekanan darah yang ditargetkan adalah ≤139/89 mmHg
  • Hipertensi stage 1 (tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg) : dapat diterapi dengan perubahan gaya hidup, dan bila dibutuhkan, gunakan obat diuretik thiazid
  • Hipertensi stage 2 (tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg) : dapat diterapi dengan kombinasi diuretik thiazid dan ACE-I, ARB, atau CCB
  • Pasien yang gagal mencapai target tekanan darah: dosis obat dapat ditingkatkan dan/atau tambahkan obat dari golongan yang berbeda.

Rekomendasi golongan obat untuk beberapa keadaan khusus6
  • Gagal jantung: diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, antagonis aldosteron
  • Postmyocardial infark: beta-bloker, ACE-I, antagonis aldosteron
  • Resiko tinggi penyakit koroner: diuretik, beta-bloker, ACE-I, CCB
  • Diabetes : diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, CCB
  • Penyakit ginjal kronik : ACE-I, ARB
  • Pencegahan rekuren stroke: diuretik, ACE-I

Gambar 2. Algoritma pengobatan hipertensi oleh JNC 87





DAFTAR PUSTAKA

1.    Yugiantoro M. Hipertensi Esensial. Editor: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal 599-603
2.    Roesma J. Krisis Hipertensi. Editor: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal 616
3.    Price, Sylvia A., dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC : Jakarta. 2003.
4.    Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Erlangga : Jakarta. 2006
5.    G. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru : Jakarta. 1999.
6.    Madhur, Meena S. dkk. Hypertension. Medscape (serial online) (diakses pada 19 Juni 2015). Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/241381.
7.    Mahvan TD, Mlodinow SG. JNC 8: What’s Covered, What’s Not, and What Else to Consider. The Journal of Family Practice. 2014. Vol. 63, No.10.










0 komentar:

Posting Komentar