SELAMAT DATANG DI BLOG PUSKESMAS WANASARI DINKES KAB. BEKASI

Minggu, 24 Juni 2018



STROKE 
 
PENDAHULUAN 
1.1       Latar Belakang
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak. Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang  yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1,2
            Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984. Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9% menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
                Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
            Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1

1.2       Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai sebagai tindakan preventif terhadap angka stroke, diantaranya:
  1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai stroke, gejala stroke, pengobatan dan pencegahan.
  2. Dapat menerapkan pola hidup sehat, dan olahraga

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.1,2

2.2       Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984. Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9% menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun). Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.4

2.3       Etiologi
Penyebab stroke tersering adalah hipertensi (72%-81%), kemudian disusul diskrasia darah (20%), hamartoma (10%), dan neoplasma (10%). Tetapi menurut Widjaja D, hipertensi (24,9%-68,5%), disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (3-10%), tumor otak terutama yang tumbuh cepat baik primer atau metastasis (1,5%-11%), diskrasia darah (1,2%-13%).2
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,  diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.3 Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang bermakna bagi stroke oklusif (iskemik), ternyata tidak meningkatkan risiko perdarahn intraserebral.2

2.4       Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.5 Terdapat faktor risiko yang dapat dikendalikan yiatu, hipertensi, penyakit jantung, atrial fibrilasi, endokarditis, stenosismitral, infark jantung, merokok, anemia sel sabit, TIA, stenosis karotis asimtomatik, DM, dan hipertrofi ventrikel. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan yaitu, umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.

2.5    Patogenesis
          Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi.6

Patogenesis dari stroke hemoragik, antara lain: 5
A. Perdarahan Intraserebral
Intracerebral hemorrhage most often results when chronic high blood pressure weakens a small artery, causing it to burst.Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. PengUsing cocaine or amphetamines can cause temporary but very high blood pressure and hemorrhagPenPPPPPPPKFKNSPPPOPIOK,,DFNV        gunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. In some older people, an abnormal protein called amyloid accumulates in arteries of the braiPada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. This accumulation (called amyloid angiopathy) weakens the arteries and can cause hemorrhagAAkumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.5
Less common causes include blood vessel abnormalities present at birth, injuries, tumors, inflammation of blood vessels (vasculitis), bleeding disorders, and use of anticoagulants in doses that are too high.Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Bleeding disorders and use of anticoagulants increase the risk of dying from an intracerebral hemorrhage. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.5

B. Perdarahan Subaraknoid
CausesSubarachnoid hemorrhage usually results from head injuries.Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. However, hemorrhage due to a head injury causes different symptoms and is not considered a stroke. Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.5
Subarachnoid hemorrhage is considered a stroke only when it occurs spontaneously—that is, when the hemorrhage does not result from external forces, such as an accident or a fall.Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. A spontaneous hemorrhage usually results from the sudden rupture of an aneurysm in a cerebral artery. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian Aneurysms are bulges in a weakened area of an artery's aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.5Aneurysms typically occur where an artery
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurysms may be present at birth (congenital), or they may develop later, after years of high blood pressure weaken the walls of arteries.Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.Most subarachnoid hemorrhages result from congenital aneurysms. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.5
Mekanisme lain yang kurang umum adalah Less commonly, subarachnoid hemorrhage results from rupture of an abnormal connection between arteries and veins (arteriovenous malformation) in or around the brain.perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. An arteriovenous malformation may be present at birth, but it is usually identified only if symptoms develop. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Rarely, a blood clot forms on an infected heart valve, travels (becoming an embolus) to an artery that supplies the brain, and causes the artery to become inflamed. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. The artery may then weaken and rupture. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.5

2.6       Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.7
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.7
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.7
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.7
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.7
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.7
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.7
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :7
-     Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
-     Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal).
-     Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
-     Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis).
-     Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
-     Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
-     Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan)
2.7       Gejala Klinis
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.4
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan)  terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.4
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.4,8

A.     Perdarahan Intraserebral
SymptomsAn intracerebral hemorrhage begins abruptly.Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. In about half of the people, it begins with a severe headache, often during activity. Di sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. However, in older people, the headache may be mild or absent. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Symptoms suggesting brain dysfunction develop and steadily worsen as the hemorrhage expands. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Some symptoms, such as weakness, paralysis, loss of sensation, and numbness, often affect only one side of the body. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. People may be unable to speak or become confus Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Vision may be impaired or lost. Visi dapat terganggu atau hilang. The eyes may point in different directions or become paralyzed. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh.The pupils may become abnormally large or small.Nausea, vomiting, seizures, and loss of consciousness are common and may occur within seconds to minutes. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.4,8

B.   Perdarahan Subaraknoid
Before rupturing, an aneurysm usually causes no symptoms unless it presses on a nerve or leaks small amounts of blood, usually before a large rupture (which causes headache).Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala)Then it produces warning signs, such as the follow, ,, menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut: 4,8
o   Headache, which may be unusually sudden and severe (sometimes called a thunderclap headache)Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
o   Facial or eye pain Sakit pada mata atau daerah fasial
o   Double vision Penglihatan ganda
o   Loss of peripheral vision Kehilangan penglihatan tepi

The warning signs can occur minutes to weeks before the rupture.Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harusPeople should report any unusual headaches to a doctor immediately. melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.4,8
Aneurisma yang A rupture usually causes a sudden, severe headache that peaks within seconds.pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. It is often followed by a brief loss of consciousness. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat. Almost half of affected people die before reaching a hospital. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Some people remain in a coma or unconscious. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lOthers wake up, feeling confused and sleeainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. They may also feel restless.Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 4,8
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 4

About 25% of people have symptoms that indicate damage to a specific part of the brain, such as the following:Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 4,8
o   Weakness or paralysis on one side of the body (most common)Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
o   Loss of sensation on one side of the body Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
o   Difficulty understanding and using language (aphasia—see Brain Dysfunction: Aphasia ) Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Severe impairments may develop and become permanent within minutes or hours.

2.8        Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)

2.9       Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 2
a. Medikamentosa
b. Bedah saraf, bila keadaan memungkinkan

A. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: 2
1. Menjamin jalan napas
2. Pemberian oksigen
3. Pemberian cukup cairan, elektrolit dan nutrien
4. Pemberian hemostatika
5. Edema serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid, diuretik/manitol
6. Menjaga alimentasi tetap baik
7. Pemberian stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu
8. Pengendalian tekanan intrakranial
9. Pengobatan terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-lain)
10. Pemeberian antibiotik bila ada infeksi
11. Penanganan segera terhadap komplikasi yang terjadi

            Pada kasus perdarahan intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi, penurunan tekanan arteri yang terlalu cepat harus dihindarkan karena autoregulasi disekitar daerah yang mengalami perdarahan terganggu sehingga perfusi yang sangat menurun akan menimbulkan iskemia jaringan, maka penurunan tekanan darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
            Adanya edema diterapi dengan penggunaan zat hiperosmotik dan hiperventilasi selain kortikosteroid. Abnormalitas koagulasi harus dikoreksi, tergantung dari defisit koagulasinya, diberikan transfusi trombosit, vitamin K dan FFP. Pada pasien dengan PIS sekunder karena pemakaian streptokinase, urokinase atau tPA dg atau tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproik-epsilon.

B. Operasi
Pengobatan bedah saraf yang diletakkan secara integrasi dengan terapi medikamentosa dalam pengelola pasien stroke memerlukan penilaian pasien setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil terapi yang maksimal. Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi usia, letak lesi, tingkat kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma, saat yang tepat untuk tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra tindakan bedah saraf tersebut.2

Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1.  Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
2.  Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum dibuktikan.
3.  Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi.


4.  Trombolisis intracavitas
Blauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk.
1.  Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2.  Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi  dapat dilakukan sebelum ataupun  saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi emboli.
3.  Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.

2.10    Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah: 1
o  Mengatur pola makan yang sehat
o  Melakukan olah raga yang teratur
o  Menghentikan rokok
o  Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
o  Memelihara berat badan yang layak
o  Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
o  Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
o  Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
o  Pemakaian antiplatelet



DAFTAR PUSTAKA


1.         Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2.         Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan Mutakhir. Semarang: Universitas Diponegoro, 1992.
3.         Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4.         Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview (diakses Agustus 2015).
5.         Sotirios, AT. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York: Thieme Stuttgart, 2000.
6.         Misbach, Jusuf. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
7.         Silbernagl S, Florian, Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8.         MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diunduh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html (diakses Agustus 2015).
9.         Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing Medical Education. FK UGM. Yogyakarta; 2011; 247-50.