STROKE
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke hemoragik adalah stroke yang
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Adanya perdarahan
ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang
mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah
lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses
ini memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi
jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak. Stroke masih
merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45
tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1,2
Stroke merupakan penyebab kematian
ketiga tersering oleh karena itu merupakan indikasi penting untuk perawatan di
rumah sakit serta merupakan penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan penduduk
negara industri. Dari penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe
stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua
tipe stroke rata-rata per tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan
sebesar 17% dari periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan
1950-1954 terdapat penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat
peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak
terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984.
Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang
mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf
FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%-41,6%
dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9% menjadi 41,9% pada 1987).
Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan intraserebral dari 22,7% menjadi
37,9%.2
Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia
dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun.
Faktor risiko mayor meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus,
penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen
plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke
adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan
ekonomi yang rendah.3
Tujuan
dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya
yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan
gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan
pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada
jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada
penderita stroke.1
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar
belakang diatas maka penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai sebagai
tindakan preventif terhadap angka stroke, diantaranya:
- Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai stroke, gejala stroke, pengobatan dan pencegahan.
- Dapat menerapkan pola hidup sehat, dan olahraga
2.1 Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke hemoragik adalah stroke yang
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.1,2
2.2 Epidemiologi
Stroke
merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu merupakan indikasi
penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan penyebab ketidakmampuan
pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari penelitian di Amerika Serikat
mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun
1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per tahun adalah
135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5 tahun
sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat penurunan sebesar
46%. Bila dibedakan atas subtype
stroke-nya maka didapat peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan
intraserebral tetapi tidak terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid
selama periode 1980-1984. Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui
dalam laporan Widjaja D, yang mendapati insiden stroke hemoragik di
Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya
pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak
(1986, 25,9% menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada
perdarahan intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun). Pasien dengan umur
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.4
2.3 Etiologi
Penyebab stroke tersering adalah
hipertensi (72%-81%), kemudian disusul diskrasia darah (20%), hamartoma (10%),
dan neoplasma (10%). Tetapi menurut Widjaja D, hipertensi (24,9%-68,5%),
disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (3-10%), tumor otak terutama yang tumbuh
cepat baik primer atau metastasis (1,5%-11%), diskrasia darah (1,2%-13%).2
Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor risiko seperti hipertensi,
penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau penyakit
vaskuler perifer.3 Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor
risiko yang bermakna bagi stroke oklusif (iskemik), ternyata tidak meningkatkan
risiko perdarahn intraserebral.2
2.4 Faktor
Risiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko
terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.5
Terdapat faktor risiko yang dapat dikendalikan yiatu, hipertensi, penyakit
jantung, atrial fibrilasi, endokarditis, stenosismitral, infark jantung,
merokok, anemia sel sabit, TIA, stenosis karotis asimtomatik, DM, dan
hipertrofi ventrikel. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan yaitu, umur,
jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.
2.5 Patogenesis
Perdarahan otak
merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak. Pecahnya
pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral,
pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak,
sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi.6
Patogenesis dari stroke hemoragik, antara lain: 5
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Peng gunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan
perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal
yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati
amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.5
Penyebab
umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan
penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.5
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya
hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.5
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke
hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari
kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan
spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang
lemah dari dinding arteri itu.5
Aneurisma biasanya terjadi di
percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada
saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah
bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil
dari aneurisma kongenital.5
Mekanisme
lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara
arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah
malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang.
Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi,
perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.5
2.6 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan
hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang
irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu
arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.7
Dengan menambah Na+/K+-ATPase,
defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel,
serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.7
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor,
dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah
reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.7
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering
terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.7
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta
apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari
hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada
arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.7
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan
hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral.
Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.7
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat
menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan
anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia),
kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.7
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan
paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada
cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi
kerusakan :7
-
Pusing, nistagmus,
hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
-
Penyakit Parkinson
(substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus
piramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau
anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf
trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
-
Hipakusis (hipestesia
auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus
(formasio retikularis).
- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral
(sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus
[X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf
fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara
menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan)
2.7 Gejala Klinis
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya
adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik,
hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih
umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal
ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi
akibat adanya darah dalam ventrikel.4
Defisit neurologis fokal. Jenis
defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya
kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian
hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana
terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya
kanan) terlibat, sebuah sindrom
hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat
mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.4
Jika cerebellum yang terlibat,
pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa
menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda
lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau
quadriparesis, hemisensori atau kehilangan
sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah
ipsilateral dan kontralateral tubuh.4,8
Sebuah perdarahan intraserebral
dimulai tiba-tiba. Di
sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala
parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. 4,8 Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala,
seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat
berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi
lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk
menit.
B. Perdarahan
Subaraknoid
Sebelum
robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala) , menghasilkan tanda-tanda
peringatan, seperti berikut: 4,8
o
Sakit kepala, yang mungkin luar
biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
o
Sakit pada mata
atau daerah fasial
o
Penglihatan ganda
o
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda
peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.4,8
Aneurisma
yang pecah biasanya menyebabkan
sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap
berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian l ainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita
mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 4,8
Dalam waktu
24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan
yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 4
Sekitar 25%
dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada
bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 4,8
o
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah
stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk
jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan
tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan
hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis
pada tabel di bawah ini.
Tabel
2.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)
2.9 Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu: 2
a. Medikamentosa
b. Bedah saraf, bila keadaan memungkinkan
A. Medikamentosa
Pengobatan
medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: 2
1. Menjamin jalan
napas
2. Pemberian
oksigen
3. Pemberian
cukup cairan, elektrolit dan nutrien
4. Pemberian
hemostatika
5. Edema
serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid, diuretik/manitol
6. Menjaga
alimentasi tetap baik
7. Pemberian
stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu
8. Pengendalian
tekanan intrakranial
9. Pengobatan
terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-lain)
10. Pemeberian
antibiotik bila ada infeksi
11. Penanganan
segera terhadap komplikasi yang terjadi
Pada kasus perdarahan intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi, penurunan tekanan arteri yang terlalu cepat harus dihindarkan karena autoregulasi disekitar daerah yang mengalami perdarahan terganggu sehingga perfusi yang sangat menurun akan menimbulkan iskemia jaringan, maka penurunan tekanan darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
Adanya
edema diterapi dengan penggunaan zat hiperosmotik dan hiperventilasi selain
kortikosteroid. Abnormalitas koagulasi harus dikoreksi, tergantung dari defisit
koagulasinya, diberikan transfusi trombosit, vitamin K dan FFP. Pada pasien
dengan PIS sekunder karena pemakaian streptokinase, urokinase atau tPA dg atau
tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproik-epsilon.
B. Operasi
Pengobatan bedah saraf yang diletakkan
secara integrasi dengan terapi medikamentosa dalam pengelola pasien stroke
memerlukan penilaian pasien setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil
terapi yang maksimal. Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi
usia, letak lesi, tingkat kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma,
saat yang tepat untuk tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra
tindakan bedah saraf tersebut.2
Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih
memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih
memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer
nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan
superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan
dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas
untuk mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan
dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih
baik. pada laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan
stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi
hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak
diaplikasikan dan validitasnya belum dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan
penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral
supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
Blauw dan kawan-kawan melalui
penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan intraserebral
supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan
intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan
aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka
mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien
perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular
eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif
luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis
buruk.
1. Eksisi langsung
AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi sehingga
menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung
seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang
dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan
endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat dilakukan sebelum
ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi
yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada
operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan
angionekrosis karena toksisitas materi emboli.
3. Radioterapi,
teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi
deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen
pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi.
komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan,
hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit
fungsi kongnitif.
2.10 Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang
berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan adalah: 1
o Mengatur
pola makan yang sehat
o Melakukan
olah raga yang teratur
o Menghentikan
rokok
o Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
o Memelihara
berat badan yang layak
o Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang
beresiko tinggi
o Penanganan
stres dan beristirahat yang cukup
o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam
hal diet dan obat
o Pemakaian
antiplatelet
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kelompok Studi Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
2.
Hadinoto
S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan
Mutakhir. Semarang: Universitas Diponegoro, 1992.
3.
Rohkamm,
Reinhard. Color Atlas of Neurology.
Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4.
Nasissi,
Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine.
2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview (diakses Agustus
2015).
5.
Sotirios,
AT. Differential Diagnosis in Neurology
and Neurosurgery. New
York: Thieme Stuttgart, 2000.
6.
Misbach,
Jusuf. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1999.
7.
Silbernagl
S, Florian, Lang. Teks & Atlas
Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8.
MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diunduh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html (diakses Agustus 2015).
9.
Setyopranoto, Ismail.
Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing Medical Education. FK UGM.
Yogyakarta; 2011; 247-50.